Kamis, 26 September 2019

Soekarno dan Para Wanita yang dicintainya




Judul Buku    : Kisah Cinta Soekarno
                        Kebahagiaan dan Konflik Batin Sang Presiden
Penulis           : Octavia Pramono
Penerbit        : Araska Publisher
Tahun terbit   : Mei 2018
Tebal            : 207 halaman
ISBN             : 978-602-5805-07-3

Sebagai orang nomor satu di Indonesia pada zamannya, Presiden Soekarno mempunyai banyak sisi yang menarik untuk diulas dalam sebuah buku. Tak dapat dipungkiri bahwa beliau adalah presiden yang paling berjasa untuk negeri ini. Tanpa beliau, tak akan ada ceritanya Indonesia dapat berdiri menjadi negara yang berdaulat hampir 74 tahun lamanya.


Di samping kecerdasan, kepiawaian berorasi, dan perjuangan beliau menuju kemerdekaan Indonesia, hal yang menjadi kontroversi dan sering dibicarakan orang tentang Soekarno adalah wanita-wanita di sekelilingnya. Sudah menjadi rahasia umum bahwa Soekarno memiliki istri lebih dari satu, dan beberapa pernah diceraikan oleh beliau. Tercatat ada 9 orang wanita yang secara resmi pernah menjadi istri Soekarno (halaman 90). Ke sembilan wanita tersebut adalah Siti Oetari Tjokroaminoto, Inggit Ganarsih, Fatmawati, Hartini, Kartini Manoppo, Naoko Nemoto (Ratna Sari Dewi), Haryati, Yurike Sanger, dan Heldy Djafar. Di samping ke sembilan wanita tersebut, penulis meyakini ada nama-nama lain yang pernah singgah di hati Soekarno, walau tidak sempat dinikahi. Hal ini mungkin saja mengingat Soekarno pernah berkata:

Aku menyukai gadis-gadis yang menarik di sekelilingku, karena gadis-gadis ini bagiku tak ubahnya seperti kembang yang sedang mekar dan aku senang memandangi kembang (halaman 32).

Dalam buku ini, Octavia Pramono menulis dengan gaya khasnya yang lincah, segar dan mengalir. Penulis tak segan-segan mengungkapkan opini pribadinya terhadap tokoh Soekarno dalam buku ini. Namun gaya ceplas-ceplos penulis ini tak mengurangi rasa haru di beberapa capture bab dalam buku ini, terutama di bagian saat Soekarno bercerai dengan Inggit Ganarsih dan saat Soekarno wafat.
Sebelum membahas satu persatu istri Soekarno, penulis buku ini mencoba menelisik jejak petualangan Soekarno sebagai laki-laki saat beliau masih menjadi seorang pemuda belasan tahun yang bersekolah di sekolah milik Belanda (halaman 44). Saat itu, Soekarno sudah menampakkan kecemerlangannya sebagai pelajar. Meskipun ia ‘hanya’ seorang pribumi yang secara derajat dianggap lebih rendah dari murid lain yang Belanda asli, namun prestasi akademiknya sangat bagus dan guru-gurunya yang asli Belanda tak segan-segan memujinya terang-terangan (halaman 48). Namun kekecewaan harus ditelan oleh Soekarno ketika perlakuan diskriminatif harus ia terima. Nilai ‘resmi’nya tetap ditulis lebih rendah daripada nilai ‘resmi’ teman-temannya hanya karena ia seorang pribumi.

Kekecewaan Soekarno akhirnya dapat ia atasi ketika ia menerima kekaguman dari teman-teman wanitanya, para noni Belanda. Itulah awal petualangan cinta Soekarno bersama teman-teman sekolahnya. Tercatat ada nama Rika Meelhuysen, Pauline Gobee, Laura Raat, dan Mien Hessels, pernah singgah di hati Soekarno (halaman 55). Puncak cinta remajanya adalah ketika dengan penuh keberanian Soekarno menghadap papi Mien Hessels, untuk meminang noni cantik tersebut. Kala itu usia Soekarno 18 tahun. Respons dari papi Mien membuat Soekarno merasa terhina, dan sejak itulah ia tidak lagi jatuh hati pada noni Belanda dan lebih memilih wanita pribumi. Demikian tanggapan tuan Hessels saat itu:

Kamu! Inlander kotor seperti kamu. Berani-beraninya kamu mendekati anakku. Keluar! Kamu binatang kotor, keluar! (halaman 57).

Demikianlah episode cinta yang harus dijalani Soekarno di masa ABG. Setelah itu, Soekarno melanjutkan sekolah ke sekolah menengah dan harus indekos di rumah HOS Tjokroaminoto. Di sini ia berkenalan dengan Siti Oetari, lalu menjadikannya istri pertama. Pernikahannya dengan Siti Oetari tak berlangsung lama. Soekarno kemudian tertarik kepada Inggit Ganarsih. Inggit Ganarsih merupakan istri Soekarno yang menunjukkan pengabdiannya yang tulus dengan mengikuti Soekarno ke pengasingan.

Saat di pengasingan, Soekarno berkenalan dengan Fatmawati dan bermaksud menikah dengan gadis itu. Soekarno tidak bermaksud menceraikan Inggit, namun Inggit sendiri yang meminta diceraikan. Kemudian Fatmawati inilah yang akhirnya menjadi first lady dan mendampingi saat Soekarno dilantik sebagai presiden pertama Republik Indonesia. Pada masa pernikahan dengan Fatmawati, Soekarno tertarik pada Hartini dan kemudian menikahinya. Fatmawati kemudian pergi dari istana tanpa pernah bercerai secara resmi. Hartinilah yang mendampingi Soekarno hingga akhir hayatnya. Namun demikian Hartini bukanlah satu-satunya yang mengisi hati Soekarno, karena pada masa pernikahannya dengan Soekarno, suaminya itu menjalani pernikahan antara lain dengan Naoko Nemoto, Haryati, Yurike, Kartini, dan Heldy Djafar.

Kelemahan hati Soekarno terhadap kecantikan wanita, saat itu tidak terlalu menimbulkan kehebohan. Hanya satu kejadian pernah tercatat yaitu protes dari aktivis perempuan saat beliau hendak menikahi Hartini (halaman 99). Mungkin jika Soekarno hidup di zaman millennial ini, hujatan terhadap perbuatannya akan lebih mengerikan. Satu yang dicatat dan digarisbawahi penulis dalam buku ini, Soekarno sama sekali bukan buaya darat atau penjahat kelamin. Beliau selalu secara jantan mengakui kedekatannya dengan wanita-wanita. Walaupun kemudian bercerai dengan beberapa wanita dalam hidupnya, ia selalu memperlakukan mereka dengan penuh cinta. Setiap wanita yang dekat dengan dirinya selalu ia puja dengan kata-kata manis.


Demikianlah Soekarno dengan segala kontroversinya. Sejatinya, beliau adalah manusia biasa yang memiliki kekurangan. Di balik keterlibatannya dengan beberapa wanita, tetap saja kita tidak dapat memungkiri jasa beliau sebagai perintis kemerdekaan bangsa. Bahkan, para istrinya sudah memberikan semangat dan dorongan pada semua sepak terjang Soekarno pada masa lalu. Yang bisa kita lakukan sekarang bukan menghujatnya namun mendoakan yang terbaik.

2 komentar:

  1. Terima kasih atas ulasannya, Kakak. Doakan draf bukuku segera kelar, lalu terbit lagiii

    BalasHapus