Judul Buku : Kisah Cinta Soekarno
Kebahagiaan dan
Konflik Batin Sang Presiden
Penulis
: Octavia Pramono
Penerbit : Araska Publisher
Tahun terbit : Mei 2018
Tebal :
207 halaman
ISBN
: 978-602-5805-07-3
Sebagai orang nomor satu di Indonesia pada
zamannya, Presiden Soekarno mempunyai banyak sisi yang menarik untuk diulas
dalam sebuah buku. Tak dapat dipungkiri bahwa beliau adalah presiden yang
paling berjasa untuk negeri ini. Tanpa beliau, tak akan ada ceritanya Indonesia
dapat berdiri menjadi negara yang berdaulat hampir 74 tahun lamanya.
Di samping kecerdasan, kepiawaian berorasi, dan
perjuangan beliau menuju kemerdekaan Indonesia, hal yang menjadi kontroversi
dan sering dibicarakan orang tentang Soekarno adalah wanita-wanita di
sekelilingnya. Sudah menjadi rahasia umum bahwa Soekarno memiliki istri lebih
dari satu, dan beberapa pernah diceraikan oleh beliau. Tercatat ada 9 orang
wanita yang secara resmi pernah menjadi istri Soekarno (halaman 90). Ke
sembilan wanita tersebut adalah Siti Oetari Tjokroaminoto, Inggit Ganarsih,
Fatmawati, Hartini, Kartini Manoppo, Naoko Nemoto (Ratna Sari Dewi), Haryati,
Yurike Sanger, dan Heldy Djafar. Di samping ke sembilan wanita tersebut,
penulis meyakini ada nama-nama lain yang pernah singgah di hati Soekarno, walau
tidak sempat dinikahi. Hal ini mungkin saja mengingat Soekarno pernah berkata:
Aku
menyukai gadis-gadis yang menarik di sekelilingku, karena gadis-gadis ini
bagiku tak ubahnya seperti kembang yang sedang mekar dan aku senang memandangi
kembang (halaman 32).
Dalam buku ini, Octavia Pramono menulis dengan
gaya khasnya yang lincah, segar dan mengalir. Penulis tak segan-segan
mengungkapkan opini pribadinya terhadap tokoh Soekarno dalam buku ini. Namun
gaya ceplas-ceplos penulis ini tak mengurangi rasa haru di beberapa capture bab dalam buku ini, terutama di
bagian saat Soekarno bercerai dengan Inggit Ganarsih dan saat Soekarno wafat.
Sebelum membahas satu persatu istri Soekarno, penulis
buku ini mencoba menelisik jejak petualangan Soekarno sebagai laki-laki saat
beliau masih menjadi seorang pemuda belasan tahun yang bersekolah di sekolah
milik Belanda (halaman 44). Saat itu, Soekarno sudah menampakkan
kecemerlangannya sebagai pelajar. Meskipun ia ‘hanya’ seorang pribumi yang
secara derajat dianggap lebih rendah dari murid lain yang Belanda asli, namun
prestasi akademiknya sangat bagus dan guru-gurunya yang asli Belanda tak
segan-segan memujinya terang-terangan (halaman 48). Namun kekecewaan harus
ditelan oleh Soekarno ketika perlakuan diskriminatif harus ia terima. Nilai
‘resmi’nya tetap ditulis lebih rendah daripada nilai ‘resmi’ teman-temannya
hanya karena ia seorang pribumi.
Kekecewaan Soekarno akhirnya dapat ia atasi
ketika ia menerima kekaguman dari teman-teman wanitanya, para noni Belanda.
Itulah awal petualangan cinta Soekarno bersama teman-teman sekolahnya. Tercatat
ada nama Rika Meelhuysen, Pauline Gobee, Laura Raat, dan Mien Hessels, pernah
singgah di hati Soekarno (halaman 55). Puncak cinta remajanya adalah ketika
dengan penuh keberanian Soekarno menghadap papi Mien Hessels, untuk meminang
noni cantik tersebut. Kala itu usia Soekarno 18 tahun. Respons dari papi Mien
membuat Soekarno merasa terhina, dan sejak itulah ia tidak lagi jatuh hati pada
noni Belanda dan lebih memilih wanita pribumi. Demikian tanggapan tuan Hessels
saat itu:
Kamu!
Inlander kotor seperti kamu. Berani-beraninya kamu mendekati anakku. Keluar!
Kamu binatang kotor, keluar! (halaman 57).
Demikianlah episode cinta yang harus dijalani
Soekarno di masa ABG. Setelah itu, Soekarno melanjutkan sekolah ke sekolah
menengah dan harus indekos di rumah HOS Tjokroaminoto. Di sini ia berkenalan
dengan Siti Oetari, lalu menjadikannya istri pertama. Pernikahannya dengan Siti
Oetari tak berlangsung lama. Soekarno kemudian tertarik kepada Inggit Ganarsih.
Inggit Ganarsih merupakan istri Soekarno yang menunjukkan pengabdiannya yang
tulus dengan mengikuti Soekarno ke pengasingan.
Saat di pengasingan, Soekarno berkenalan dengan Fatmawati
dan bermaksud menikah dengan gadis itu. Soekarno tidak bermaksud menceraikan
Inggit, namun Inggit sendiri yang meminta diceraikan. Kemudian Fatmawati inilah
yang akhirnya menjadi first lady dan mendampingi saat Soekarno dilantik sebagai
presiden pertama Republik Indonesia. Pada masa pernikahan dengan Fatmawati, Soekarno
tertarik pada Hartini dan kemudian menikahinya. Fatmawati kemudian pergi dari
istana tanpa pernah bercerai secara resmi. Hartinilah yang mendampingi Soekarno
hingga akhir hayatnya. Namun demikian Hartini bukanlah satu-satunya yang
mengisi hati Soekarno, karena pada masa pernikahannya dengan Soekarno, suaminya
itu menjalani pernikahan antara lain dengan Naoko Nemoto, Haryati, Yurike,
Kartini, dan Heldy Djafar.
Kelemahan hati Soekarno terhadap kecantikan
wanita, saat itu tidak terlalu menimbulkan kehebohan. Hanya satu kejadian
pernah tercatat yaitu protes dari aktivis perempuan saat beliau hendak menikahi
Hartini (halaman 99). Mungkin jika Soekarno hidup di zaman millennial ini,
hujatan terhadap perbuatannya akan lebih mengerikan. Satu yang dicatat dan
digarisbawahi penulis dalam buku ini, Soekarno sama sekali bukan buaya darat
atau penjahat kelamin. Beliau selalu secara jantan mengakui kedekatannya dengan
wanita-wanita. Walaupun kemudian bercerai dengan beberapa wanita dalam
hidupnya, ia selalu memperlakukan mereka dengan penuh cinta. Setiap wanita yang
dekat dengan dirinya selalu ia puja dengan kata-kata manis.
Demikianlah Soekarno dengan segala
kontroversinya. Sejatinya, beliau adalah manusia biasa yang memiliki
kekurangan. Di balik keterlibatannya dengan beberapa wanita, tetap saja kita
tidak dapat memungkiri jasa beliau sebagai perintis kemerdekaan bangsa. Bahkan,
para istrinya sudah memberikan semangat dan dorongan pada semua sepak terjang
Soekarno pada masa lalu. Yang bisa kita lakukan sekarang bukan menghujatnya
namun mendoakan yang terbaik.